Kliping Pekan Ini

>> Rabu, 02 Desember 2009

Pekan Keempat November 2009

Hari Teknologi Informatika 28 November Dimulai Dengan Pameran E-book Sampai Produk Dengan Screen Touch


Dalam rangka memperingati 30 tahun perkembangan ICT (Information and Communication Technologies) atau teknologi komunikasi dan informatika. Taiwan memulai pameran di gedung perdagangan internasional Taipei (Taipei World Trade Center) sekitar 350 perusahaan ikut ambil bagian dalam pameran dengan mendirikan 1,800 stand pameran.

Perusahaan ikut memperkenalkan berbagai produk unggulan masing-masing, mulai produk-produk yang dibisa dikontrol dengan satu jari, tampilan produk bentuk 3 dimensi, produk ramah lingkungan, e-book (singkatan dari buku elektronik) atau buku digital, versi elektronik dari buku dan masih banyak lagi.

Pihak panitia penyelenggara menjelaskan, notebook dan produk handphone screen touch sudah popular di tengah masyarakat. Ketua pengurus perusahaan komputer Du Quan-chang berkata, “sebenarnya sangat sederhana sekali, kebutuhan yang diperlukan masyarakat semakin condong ke arah bijaksana, artinya membuat pemakai merasa mudah, sehingga perusahaan yang berpartisipasi dalam pameran ini, anda dapat melihat sendiri, banyak produk yang dapat dikontrol hanya dengan sentuhan jari, lalu langsung dapat difungsikan.”

Pameran e-book menjadi produk penting, dan e book juga dilengkapi fasilitas hemat listrik/baterai, sesuai dengan konsep ramah lingkungan, ia akan menjadi produk yang popular dengan cara mudah untuk membaca.

Pameran ini akan berlangsung selama 9 hari, lalu dilanjutkan di kota Taichung dari 11 Desember sampai dengan 16 Desember, di kota Kaohsiung akan berlanjut pada 26 Desember hingga pada 1 Januari 2010.

Google minta maaf ke Obama

Michelle Obama dan Barack Obama
Gedung Putih tidak berkomentar atas gambar itu

Google telah meminta maaf karena gambar Michelle Obama yang berbau rasial yang muncul ketika para pengguna internet mencari foto Ibu Negara Amerika Serikat itu.

Sebuah foto yang direkayasa muncul di bagian teratas ketika mencari gambar Michelle Obama di situs pencari Google Image.

Google menempatkan sebuah teks di atas gambar itu berjudul “Hasil Pencarian yang merupakan Penghinaan” yang menyatakan, “Kadang-kadang hasil pencarian kami bisa tidak sopan. Kami setuju”.

Namun Google tidak mencopot gambar itu dari mesin pencarinya.

Gedung Putih tidak memberikan komentar atas gambar tersebut.

Jerman Laksanakan Proyek Internet bagi Negara berkembang di Zambia

Lebih dari lima milyar orang tidak memiliki akses ke internet terutama di negara-negara berkembang. Fraunhofer-Gesellschaft berusaha untuk mengubah keadaan ini dengan satu proyek jangka panjang.

Proyek Fraunhofer yang bernama “Menghubungkan yang tidak terhubung“ ini akan diuji coba di sebuah desa kecil di Zambia, Afrika. Proyek ini dipresentasikan di Berlin, Kamis (26/11). Ide proyek ini adalah: Menjembatani jarak yang lebar dengan bantuan jaringan nirkabel, yang dihubungkan dengan stasiun radio terrestrial. Ini akan menjadi infrastruktur, khususnya di daerah pedesaan, yang akan meningkatkan komunikasi, seperti misalnya di bidang kesehatan dan pendidikan

Pada bulan September lalu, untuk pertama kalinya Jens Mödeker menginjakkan kakinya di benua Afrika. Ia ditugaskan sebagai tenaga bantuan pembangunan. Dalam satu film yang ia rekam di desa Macha, satu-satunya dokter yang bertugas di sana menceritakan sulitnya kondisi yang ia hadapi.

“Bagi perawatan medis di wilayah Macha, informasi dan teknologi komunikasi merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebagai seorang dokter, saya harus melayani sekitar 8.000 orang. Saya dibantu oleh dua orang perawat. Sering kali kita harus mengirim pasien ke rumah sakit yang jaraknya 40 kilometer dari sini.“

Jens Mödeker menyaksikan dengan matanya sendiri, bagaimana sulitnya tantangan kerja yang dihadapi sang dokter. “Tidak ada satu saranapun yang ia miliki untuk berkomunikasi. Jika ia memerlukan sesuatu, maka ia harus pergi ke Macha. Seandainya terdapat jaringan komuniasi, maka mungkin ia tinggal bertanya: Apakah kalian memiliki obat-obatan? Dapatkah kalian mengirimkannya?“

Pemilihan desa ini sebagai uji coba proyek bukanlah sebuah kebetulan. Dikatakan Profesor Karl Jonas yang mendukung proyek ini dari awal. Yang penting adalah, bahwa bukan hanya teknologi Barat saja yang dikirim ke Afrika. “Keinginan untuk ini seharusnya datang dari orang Afrika sendiri yang mengetahui kondisi di sana dan juga berkepentingan untuk ini. Tugas kami adalah untuk membantu mereka dalam pembiayaan dan pengetahuan mengenai teknik. Merekalah yang membangun sendiri infrastruktur.“

Dan desa Macha di Zambia ini memang memenuhi syarat yang dituntut. “Di desa ini terdapat satu perusahaan kecil, yang bertugas menyediakan jasa internet untuk rumah sakit. Dengan koneksi per satelit, mereka dapat membangun jaringan internet di rumah sakit ini tanpa kabel,“ ungkap Jens Mödeker.

Yang menjadi hambatan bagi masyarakat Macha adalah, teknik satelit ini cukup rumit dan terutama mahal. Dengan proyeknya ini, Frauenhofer berusaha untuk mengatasi kedua kendala ini. “Untuk tahap pertama kami telah menginstal satu peralatan. Kami pantau bagaimana semuanya berfungsi. Ide kami adalah, tidak hanya beberapa rumah saja yang akan saling terhubung, tapi kami mencoba untuk membuat satu jaringan internet yang lebih luas, meliputi gedung-gedung yang saling berjauhan jaraknya,” dijelaskan Jens Mödeker.

Agar internet ini dapat bertahan lama, juga tanpa dukungan dari Jerman, maka peralatan yang dipakai harus sederhana, sehingga dapat dipelihara oleh teknisi lokal di sana. Pengadaan peralatan seperti ini merupakan syarat utama untuk proyek ini. Dikatakan Karl Jonas. “Peralatan yang dipakai tidak boleh rumit dan bisa dikonfigurasikan sendiri. Peralatan ini harus juga memiliki suatu fungsi, jika seandainya sambungan terputus. Di lain sisi, kamipun melakukan pelatihan teknis yang sesuai bagi masyarakat di sini.“

Proyek Frauenhofer di desa Macha Zambia ini diharapkan nantinya dapat menjadi contoh untuk diterapkan di negara berkembang lainnya. Tidak hanya di Afrika saja, kata Karl Jonas.

Marcel Fürstenau/Yuniman Farid

Editor: Rizki Nugraha

Dubes Arab Saudi Siap Fasilitasi Kerjasama VOI dan Radio Jedah.

Jakarta, VOI News – Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Abdulrahman Mohammad Amen AL Khayyat, bersedia untuk memfasilitasi kerjasama Radio Jedah dengan Voice Of Indonesia (VOI) Untuk mewujudkan rencana tersebut, perlu dibuat naskah perjanjian sebagai payung kerjasama antara kedua lembaga penyiaran tersebut.

Hal itu diungkapkan, Abdulrahman Mohammad Amen AL Khayyat, dalam wawancara dengan reporter VOI di Jakarta. Abdulrahman Mohammad Amen mengatakan, Arab Saudi sebagai Negara muslim memiliki aturan aturan yang harus ditaati oleh Media berbeda dengan Media di Negara lain. Media Elektronik di Arab Saudi seperti Televisi dan Radio dalam menyiarkan Berita isinya tidak boleh ada yang bersifat menyerang dan menentang kebijakan pemerintah.

Ia menambahkan, selama ini banyak kegiatan kegiatan positif yang dilakukan Arab Saudi tidak dimuat di media massa di Indonesia. Untuk itu Kedutaan Arab Saudi siap bekerjasama dengan VOI dan melibatkan VOI dalam meliput kegiatan-kegiatan penting yang menyangkut kepentingan kedua bangsa. Saat ini VOI menyelenggarakan siaran dalam 9 layanan bahasa yaitu Bahasa Arab, Inggris, Jepang, Mandarin, Perancis, Jerman, Korea, Malaysia, dan Indonesia.
Liputan lpp RRI

0 komentar:

Tentang Blog Ini

Salah satu dari dua blog MAPEM Club (Klub Pendengar Radio dan Sahabat Online Indonesia)
http://mapem-atensi.blogspot.com
http://mapem-club.org

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP