Kontes Pengalamanku Ranesi (Bulanan)

>> Jumat, 06 November 2009

Kontes Blog Ranesi

Berkenalan dengan Belanda, itulah tema pertama kontes mengisi blog Pengalamanku bulan Oktober. Blog Pengalamanku adalah ajang kaum pelajar dan mahasiswa Indonesia berbagi pengalaman soal studi dan hidup di Belanda.

Aturan main:

  • Panjang tulisan kurang lebih 500 (lima ratus) kata.
  • Panjang audio atau video maksimal 5 (lima) menit.
  • Tidak ada batasan jumlah pengiriman cerita.
  • Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia. Tidak perlu formal, tapi usahakan sesedikit mungkin menggunakan slang atau istilah tidak umum lain.
  • Kompetisi blog diadakan mulai Oktober 2009 hingga Juni 2010.

Disclaimer:

  • Hak cipta tetap jadi milik pembuat karya. Namun dalam hal ini, pengirim karya memberi izin kepada Radio Nederland Wereldomroep – tanpa hak atas penggantian apapun – untuk memasang materi di situs, dan jika diperlukan memanfaatkan untuk tujuan promosi. Radio Nederland Wereldomroep akan senantiasa menyebut nama pembuat karya.

  • Apabila dalam foto atau video tampil orang-orang selain pengambil gambarnya, maka Radio Nederland Wereldomroep menganggap peserta sudah mendapat izin dari mereka. Selanjutnya, kandungan foto, video atau tulisan tersebut harus bebas dari segala hak. Dengan ikut serta dalam lomba, peserta mengakui telah memenuhi semua persyaratan tersebut. Radio Nederland Wereldomroep menolak semua tuntutan dari pihak ketiga yang mungkin terjadi terkait dengan hal ini.
  • Dengan mengirimkan karya foto, audio, video, atau tulisan, peserta menyatakan bahwa materi tersebut adalah karyanya sendiri. Hanya pencipta karya asli yang berkesempatan meraih hadiah. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa sebuah karya bukan hasil ciptaan peserta sendiri maka karya akan didiskualifikasi, dan peserta tidak boleh lagi turut serta memperebutkan hadiah.
  • Hadiah tidak dapat ditukar dengan uang dan tidak dapat dipindahtangankan.
  • Radio Nederland Wereldomroep berhak untuk tidak memuat karya yang tidak diinginkan, misalnya karya yang bertentangan dengan visi misi dan karakter Radio Nederland Wereldomroep.
  • Biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pengiriman karya menjadi tanggung jawab peserta sepenuhnya.

Pemenang Kontes Bulan Oktober di Blog Pengalamanku

Diterbitkan : 2 November 2009 - 9:02am | Oleh Lioe Hesseling

Pemenang kontes bulan Oktober adalah M. Mushthafa. Karyanya, Mencari Masjid, dinilai paling menarik oleh para pengunjung blog Pengalamanku dan mendapat rating paling tinggi.

Selamat ya saudara M. Mushthafa! Hadiah berupa iPod Nano akan segera dikirimkan ke alamat Anda.

Pengalamanku juga menyediakan tiga buah USB sticks bagi pengunjung yang mengomentari dan menilai cerita yang ikut kontes di blog Pengalamanku bulan Oktober lalu.

Siapa yang kebagian USB stick? Ikuti siaran DIMENSI di www.ranesi.nl pukul 18.20 - 18.56 (WIB) atau 12.20 - 12.56 waktu Belanda.

Yang beruntung dan kebagian USB stick (2GB) adalah: Inna Brata, Hamiddin, Okti. Selamat! Selamat! Semoga USB stick itu berguna. Hadiah akan dikirimkan ke alamat Anda.

Tema kontes bulan November adalah: Pendidikan di Belanda. Tulis pengalamanmu di blog Pengalamanku dan menangkan hadiah external hard disk (pocket).

Berikut karya pemenang bulan Oktober 2009

Mencari Masjid

Oct 21st, 2009

by pengalamanku.

Sejujurnya, saya bukan termasuk orang yang “benar-benar terpaut hatinya dengan masjid”. Saya merasa masih jauh untuk disebut sebagai seorang muslim yang baik. Selama ini, mungkin saya agak kecewa dengan masjid yang belum dapat menjadi tempat berbagi masalah-masalah keagamaan dan sosial dalam arti yang luas-tidak hanya tempat ritual. Dan saya sendiri mungkin masih terlalu picik untuk memulai berbuat sesuatu demi mengatasi kekecewaan saya itu.
Namun begitu, setelah lebih dua pekan hidup di negeri asing, ada rasa rindu untuk menemukan masjid, tempat kaum muslim berkumpul, meski masih hanya sekadar untuk memenuhi kewajiban (ritual) keagamaan. Saya merindukan deretan jamaah yang berbaris rapi, suara adzan, juga lantunan suara imam yang berwibawa dan menyentuh emosi. Lebih dari itu, saya merindukan bangunan yang berbentuk masjid-bukan masjid dalam pengertian sederhana, yakni tempat bersujud, yang itu bisa di mana saja.

Saat menjelang pelaksanaan shalat Idulfitri kemarin, saya sempat berharap bahwa saya akan berlebaran di tempat yang “benar-benar masjid”. Ternyata tidak. Shalat ‘Ied kemarin dilaksanakan di sebuah sekolah muslim di tengah kota Utrecht.
Pada hari Kamis kemarin, saya pun berketetapan bahwa untuk shalat Jum’at pekan ini, saya harus menemukan masjid. Sudah dua kali shalat Jum’at saya lewatkan-di antaranya karena saya sedang kurang sehat hingga tak berpuasa. Saya pun berusaha memastikan tempat sebuah masjid yang alamatnya saya ketahui dari seorang gadis berjilbab asal Maroko yang saya tanya di bus pada hari Kamis sebelumnya. Pencarian saya sebelumnya tak berhasil, sampai akhirnya Kamis kemarin saya menemukan alamat website masjid tersebut. Dari situlah, dengan bantuan Wikimapia, akhirnya saya dapat memastikan lokasi masjid dan rute ke arah masjid itu dari apartemen saya.

Masjid itu bernama al-Muttaqien, berjarak 2,5 km dari apartemen saya. Tempatnya di daerah De Clomp, pinggiran barat kota Zeist. Masjid itu dibangun pada tahun 1993, dan, ini yang cukup menggembirakan saya, bangunannya memang benar-benar berbentuk masjid. Saya tiba di masjid itu pada pukul 13.30, saat orang-orang mulai berdatangan untuk shalat Jum’at. Saya sama sekali tak kesulitan menemukan masjid itu. Menara kecilnya terlihat jelas di dekat rerimbunan pohon di salah satu sudut bangunan.

Begitu memasuki bangunan tersebut, saya langsung meletakkan tas dan berwudu. Saat saya masuk ke dalam ruang utama masjid, adzan sedang dikumandangkan. Suasana begitu hening dan khidmat. Saya pun mengambil posisi di tempat yang masih kosong. Memandang berkeliling, tampak beberapa tiang dan lengkungan seperti masjid pada umumnya. Ada rak al-Qur’an di dinding bagian depan. Jendela-jendelanya yang tertutup kaca juga bermotif arsitektur masjid. Lantainya dihampari karpet berwarna hijau dan merah. Orang-orang yang hadir kebanyakan berwajah Arab. Beberapa di antara mereka mengenakan pakaian panjang (gamis). Tak hanya orang tua, saya juga melihat beberapa anak belia di antara jamaah shalat Jum’at.

Saya melewatkan shalat Jum’at di masjid itu dengan perasaan puas. Kerinduan saya terobati: pada masjid, adzan, khotbah Jum’at, dan jamaah kaum muslim yang hadir di situ-meski tak satu pun saya kenal. Khotbah disampaikan dalam bahasa Arab yang dilantunkan dengan sangat fasih. Khotib berdiri di podium yang anggun. Jamaah menyimak pesan-pesan keagamaan yang dituturkan dengan baik, ringkas, padat, dan bermakna. Dengan pengeras suara yang sepertinya hanya terdengar di dalam ruangan, khotib mengingatkan jamaah untuk terus menjaga hikmah Ramadan, agar terus menjaga semangat untuk memperbaiki kualitas keimanan dan ketakwaan. Dia mengatakan bahwa salah satu tanda puasa dan ibadah kita diterima adalah manakala kita dapat melanjutkannya dengan bentuk kebaikan yang lain.

Di akhir khotbah, sang khotib mengumumkan bahwa di akhir pekan, jamaah diminta untuk kerja bakti membersihkan masjid. Wah, sepertinya komunitas muslim di sini sudah cukup kompak merawat masjid ini.

Yang agak kurang mengenakkan buat saya adalah ketika usai shalat, sebagian jamaah langsung bubar keluar. Memang, mereka keluar masjid dengan tertib, melewati satu-satunya pintu keluar satu persatu. Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka tak berdzikir dan berdoa membuat saya bertanya-tanya keheranan.

Saya berdzikir sejenak dan berdoa. Di sekitar saya tampak beberapa orang masih berdzikir dan berdoa. Ada yang shalat sunnah. Ada pula yang mengobrol. Tak lama kemudian, saya pun keluar. Di luar masih mendung-sejak pagi nyaris tiada henti. Saat saya hendak membuka kunci sepeda saya di tempat parkir, seseorang berjarak dua meter dari tempat saya memanggil. Ouw, ternyata ada orang Indonesia juga di sini. Kami pun berkenalan. Namanya Wangsa Tirta Ismaya. Dia sudah tiga kali shalat Jum’at di sini, meski dia tinggal di pusat kota Utrecht. Kebetulan kampusnya di Uithof-sama seperti saya. Dia bilang, Jum’atan di sini enak, daripada di masjid orang Turki.

Kami berbincang cukup lama, dan terus berlanjut ke sebuah supermarket yang berada tak jauh dari masjid itu. Akhirnya, saya pun pulang ke apartemen, setelah berbelanja beberapa kebutuhan sehari-hari di situ.

Dalam perjalanan pulang, saya merasa lega dan puas. Saya sudah menemukan masjid. Saya sudah menemukan tempat saudara-saudara saya, kaum muslim, berkumpul setiap Jum’at. Saat mengayuh sepeda di jalanan sambil melawan angin yang terasa dingin, diam-diam terbersit harapan bahwa masjid ini dapat mengantarkan saya pada kualitas keagamaan yang lebih baik. Saya berdoa untuk itu.

Saya berjanji, Jum’at mendatang, saya akan datang lebih awal. Insya Allah.

Cerita M Mushthafa

0 komentar:

Tentang Blog Ini

Salah satu dari dua blog MAPEM Club (Klub Pendengar Radio dan Sahabat Online Indonesia)
http://mapem-atensi.blogspot.com
http://mapem-club.org

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Wild Birds by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP